Roda Besi
, Senin, 03 November 2014 11/03/2014 02:52:00 AM
Kereta api, bagi sebagian orang mungkin hanyalah moda tranportasi yang berjalan diatas untaian besi baja panjang, panjang, dengan kapasitas angkut yang besar, tepat waktu, walaupun kadang masih sering telat. Kereta api, ia bisa saya sebut sebuah miniatur negeri ini.
Dulu sebelum revitalisasi besar-besaran yang dilakukan manajemen PT. KAI, saat kereta api, terutama kereta kelas ekonomi, merupakan moda tranportasi kotor, jorok, penuh preman, tidak aman, dsb. disanalah saya melihat kondisi negeri ini sesungguhnya. Berbagai kelas masyarakat menggunakan jasa si roda besi. Saya melihat, mulai dari orang memakai jaket parlente, sampai tukang sol sepatu, bahkan pedagang ayam dengan membawa ayamnya pun berdesakan memenuhi setiap jengkal lantai kereta. Bordes sampai toilet pun tidak luput dari para penumpang yang mencari tempat, dan bordes adalah tempat favorit saya jika melakukan perjalanan melalui kereta (meskipun hal ini ilegal).
Beberapa waktu lalu, saya pernah duduk berjam-jam di dalam stasiun (BKS) walaupun sebenarnya itu saya lakukan dalam keadaan terpaksa karena harus menunggu kakak yang belum balik dari kerjaan.
Menarik melihat gelombang manusia turun bersamaan. Dalam waktu beberapa detik stasiun yang awalnya sepi senyap menjadi riuh ramai oleh manusia yang berebut secepatnya kembali pulang. Lalu dalam waktu kurang dari semenit, seperti skema rekursif, stasiun kembali sepi senyap. Memang manusia datang dan pergi sesuka hati.
Stasiun. hmmmm, bagi saya adalah tempat paling romantis di dunia.
Stasiun adalah tempat pertemuan dan perpisahan begitu banyak orang setelah terpisah dalam angka puluhan hingga ratusan kilometer jarak. Kebahagiaan atas penantian untuk pulang ke kampung halaman, dan keharuan untuk melepas kepergian teraduk jadi satu di tempat itu.
Setiap kedatangan kereta seperti menjadi kelegaan atas penantian panjang. Setiap keberangkatan layaknya awal proses melabuhkan harapan di tempat tujuan.
Rumah saya, hanya beberapa puluh meter dari rel kereta antara Surabaya jakarta, jadi cukup sering saya tertahan pintu perlintasan kereta jika kemana-kemana. Jika orang lain segera tancap gas kalo mendengar sirene perlintasan dibunyikan dan perlintasan akan ditutup, tidak dengan saya. Saya akan berhenti di kesempatan pertama, untuk melihat kereta melintas. Rindu akan suara derap roda kereta dan peluit keberangkatan bisa sedikit terpuaskan.
Sampai sekarang setiap sepulang dari perjalanan yang menggunakan kereta api, tiket perjalanan selalu saya simpan. Kadang, karcis karcis usang tersebut saya ambil dari tumpukan buku, lalu ingatan melempar saya kepada momen-momen perjalanan lampau yang penuh cerita.